OLAHRAGA
Tangis Haru Taufik Hidayat Kenang Mendiang Pelatih Iie Sumirat

Tangis Haru Taufik Hidayat Kenang Iie Sumirat
Dunia bulu tangkis Indonesia tengah berduka. Salah satu pelatih paling legendaris dan berpengaruh yang pernah dimiliki bangsa ini, Iie Sumirat, telah berpulang. Kepergiannya meninggalkan lubang yang dalam di hati para insan bulu tangkis. Namun, di antara semua duka cita, ada satu reaksi yang paling menyentuh dan menunjukkan betapa besarnya warisan yang ia tinggalkan: tangis haru dari sang murid terbaiknya, Taufik Hidayat.
Dalam sebuah wawancara khusus untuk mengenang sang guru, peraih medali emas Olimpiade Athena 2004 itu tak kuasa menahan air matanya. Momen emosional tersebut menjadi viral, bukan hanya menunjukkan rasa kehilangan yang mendalam, tetapi juga membuka kembali kisah tentang salah satu hubungan pelatih-atlet paling unik dan paling sukses dalam sejarah olahraga Indonesia. Ini adalah kisah tentang tangan besi seorang “empu” dan talenta “anak bengal” yang berhasil ia poles menjadi emas.
Profil Singkat Iie Sumirat: Sang ‘Empu’ Bertangan Dingin
Bagi generasi sekarang, nama Iie Sumirat mungkin tidak sepopuler para pelatih saat ini. Namun, di kalangan para pelaku bulu tangkis, ia adalah seorang legenda, seorang “empu” atau master yang dikenal bertangan dingin. Sepak terjangnya sebagai pelatih di klub SGS Elektrik Bandung dan Pelatnas Cipayung pada masanya telah melahirkan banyak pemain hebat.
Filosofi kepelatihannya adalah “old-school” dalam artian terbaik: disiplin adalah harga mati, kerja keras adalah menu harian, dan mentalitas adalah segalanya. Ia dikenal sebagai sosok yang sangat keras, tanpa kompromi, dan tidak segan untuk menghukum atlet yang melanggar aturan. Namun, di balik tangan besinya, ia memiliki “mata elang” yang luar biasa tajam dalam melihat bakat mentah. Puncak mahakaryanya, tentu saja, adalah saat ia menemukan dan memoles seorang anak kurus berbakat luar biasa dari Bandung bernama Taufik Hidayat.
Profil Singkat Taufik Hidayat dan Hubungan Ayah-Anak dengan Iie Sumirat
Nama Taufik Hidayat adalah jaminan mutu. Lahir di Bandung, 10 Agustus 1981, ia dianggap oleh banyak pihak sebagai salah satu pemain tunggal putra paling berbakat secara teknik dalam sejarah bulu tangkis. Senjata utamanya yang paling legendaris adalah pukulan backhand smash-nya yang keras dan tak terduga, sebuah pukulan yang hingga kini sulit ditiru oleh siapa pun. Puncak prestasinya adalah saat meraih medali emas Olimpiade Athena 2004 dan gelar Juara Dunia pada tahun 2005, mengawinkan dua gelar paling prestisius di dunia.
Hubungan Taufik dengan Iie Sumirat jauh lebih dalam dari sekadar pelatih dan murid. Itu adalah hubungan ayah dan anak. Iie adalah orang yang menemukan Taufik, meyakinkan orang tuanya, dan membawanya ke level tertinggi. Hubungan mereka dikenal sangat dinamis dan penuh gejolak. Taufik muda yang berkarakter pemberontak seringkali beradu argumen dengan Iie yang super disiplin. Namun, di balik semua itu, ada ikatan batin, kepercayaan, dan rasa sayang yang sangat kuat. Iie adalah satu-satunya orang yang benar-benar bisa “menaklukkan” dan memahami Taufik.
Di Balik Tangan Besi: Kenangan Penuh Haru dari Sang Murid
Dalam wawancara emosionalnya, tangis Taufik Hidayat pecah saat ia mengenang kembali momen-momen awal bersama sang pelatih.
“Beliau itu lebih dari sekadar pelatih… beliau itu ayah saya di lapangan,” ujar Taufik, suaranya mulai bergetar. Ia kemudian berhenti sejenak, tak kuasa menahan air mata saat mengingat sebuah kenangan spesifik. “Saya ingat… saat saya masih kecil, saya ini bandel, sering bolos latihan. Beliau yang akan datang ke rumah saya, kadang menyeret saya dari tempat tidur untuk ke lapangan. Kalau bukan karena kegigihan dan tangan besinya, tidak akan pernah ada yang namanya Taufik Hidayat.”
Taufik juga menceritakan bagaimana Iie Sumirat adalah sosok yang paling keras mengkritiknya, tetapi juga orang pertama yang akan memeluknya dan melindunginya dari kritik luar. “Dia akan memaki saya habis-habisan di ruang latihan, tapi di depan wartawan, dia akan bilang saya yang terbaik. Itulah cara dia menunjukkan rasa sayangnya. Dia membentuk bukan hanya pukulan saya, tetapi juga karakter saya,” kenang Taufik.
Warisan Iie Sumirat: Lebih dari Sekadar Medali Emas Olimpiade
Meskipun mahakarya terbesarnya adalah Taufik Hidayat, warisan Iie Sumirat bagi bulu tangkis Indonesia jauh lebih luas. Ia meninggalkan sebuah blueprint atau cetak biru tentang bagaimana cara menangani seorang talenta generasi. Ia mengajarkan bahwa untuk menciptakan seorang juara, dibutuhkan kombinasi antara disiplin yang keras dan pemahaman psikologis yang mendalam.
Kemampuan Iie Sumirat untuk melihat potensi dan membentuknya menjadi juara adalah sebuah bakat langka. Ini adalah tugas terpenting dalam olahraga. Iie Sumirat, sebaliknya, adalah seorang “empu” yang menciptakan juaranya dari bongkahan berlian mentah, di mana jika Beliau masih ada, mungkin Indonesia tidak akan kalah dalam Singapore Open 2025 lalu. Kisah-kisah legendaris dari Pelatnas Cipayung, termasuk peran para pelatih hebat seperti Iie Sumirat, adalah bagian tak terpisahkan dari sejarah olahraga kita.
Pukulan Backhand Terakhir untuk Sang Guru
Pada akhirnya, tangis haru Taufik Hidayat adalah representasi dari rasa duka dan terima kasih dari seluruh komunitas bulu tangkis Indonesia. Hubungan mereka yang unik—penuh dengan pertengkaran, keringat, dan air mata—telah menghasilkan salah satu atlet terhebat yang pernah dimiliki bangsa ini. Warisan Coach Iie Sumirat akan terus hidup dalam setiap medali yang pernah diraih Taufik, dalam setiap pukulan backhand smash yang membuat dunia terpukau, dan yang terpenting, dalam filosofi disiplin yang ia tanamkan. Dunia bulu tangkis Indonesia telah kehilangan seorang empu. Selamat jalan, Coach Iie. Terima kasih atas segalanya.