Online Games
Sejarah Game Roblox dan Kontroversi yang Mengiringinya
Roblox: Sejarah Platform Ajaib dan Sisi Gelap di Baliknya
Bagi jutaan anak-anak dan remaja di seluruh dunia, termasuk di Indonesia, game Roblox adalah sebuah alam semesta digital. Ini bukan sekadar game, melainkan sebuah dunia virtual tempat mereka bisa menjadi apa saja. Jadi seorang koki pizza, seorang petualang pemberani, perancang busana, atau bahkan sekadar “nongkrong” virtual bersama teman-teman. Popularitasnya meroket gila-gilaan, menjadikannya salah satu platform hiburan paling berpengaruh di planet ini. Hingga Februari 2025, Roblox bahkan mencatat rata-rata 85,3 juta pengguna aktif harian!
Namun, di balik fasadnya yang penuh warna dan tampak ramah anak, Roblox menyimpan sebuah perjalanan yang panjang. Perjalanan Roblox juga diwarnai oleh berbagai kontroversi yang serius. Platform yang sama yang dipuji karena mendorong kreativitas ini juga seringkali dikritik karena isu keamanan anak, model ekonomi yang eksploitatif, dan tantangan moderasi konten. Ini adalah kisah tentang sebuah platform ajaib dengan dua sisi mata uang: sebuah surga imajinasi sekaligus sebuah “Wild West” digital yang wajib diwaspadai.
Sejarah Game Roblox: Dari Simulasi Fisika hingga Metaverse Anak-anak
Untuk memahami Roblox, kita harus kembali ke tahun 2004. Platform ini didirikan oleh dua orang insinyur visioner, David Baszucki dan Erik Cassel. Ide awalnya sebenarnya lahir dari sebuah program simulasi fisika 2D bernama “Interactive Physics” yang buatan Baszucki pada akhir 1980-an. Ia terpesona melihat bagaimana para siswa menggunakan program tersebut untuk menciptakan eksperimen-eksperimen gila. Contohnya seperti membuat gedung runtuh atau simulasi tabrakan mobil. Ia menyadari bahwa orang-orang, terutama anak-anak, memiliki hasrat yang luar biasa untuk menciptakan dunianya sendiri.
Dari situlah, benih Roblox ditanam. Bersama Cassel, ia mulai mengerjakan sebuah platform online di mana para pemain tidak hanya menjadi konsumen, tetapi juga kreator. Setelah dua tahun pengembangan, Roblox secara resmi dirilis ke publik pada tahun 2006. Awalnya, pertumbuhannya sangat lambat. Namun, konsep intinya yang unik—sebuah “imajinasi platform” di mana siapa pun bisa membuat, berbagi, dan memainkan game buatan pengguna lain—secara perlahan mulai menarik komunitas yang sangat loyal. Ledakan popularitas terbesarnya terjadi selama pandemi COVID-19, di mana anak-anak di seluruh dunia yang terkurung di rumah menemukan Roblox sebagai sarana utama untuk bermain dan bersosialisasi.
Mengapa Begitu Banyak Kontroversi? Sisi Gelap di Dunia Balok Game Roblox
Di balik kesuksesannya, game Roblox tidak pernah lepas dari kontroversi. Sebagian besar masalah ini berakar dari sifatnya yang paling mendasar: konten yang sepenuhnya dibuat oleh pengguna (user-generated content).
1. Keamanan Anak dan Risiko Predator Online: Ini adalah kekhawatiran terbesar. Sebagai platform yang didominasi oleh anak-anak (dilaporkan setengah dari anak-anak di bawah 16 tahun di AS adalah pemain aktif), fitur obrolan di dalam game menjadi area yang rentan disusupi oleh orang dewasa dengan niat buruk (online predators). Meskipun Roblox memiliki sistem filter kata dan tim moderasi, kasus grooming dan cyberbullying masih menjadi isu yang terus-menerus harus mereka perangi.
2. Konten Tidak Sesuai Usia (“Condo Games”): Karena ada jutaan game yang dibuat setiap hari, moderasi konten menjadi tantangan yang luar biasa besar. Terkadang, ada game yang berhasil lolos dari filter dan mengandung konten yang sangat tidak pantas. Contohnya seperti simulasi kekerasan ekstrem atau konten seksual eksplisit yang dikenal dengan sebutan “condo games”.
3. Model Ekonomi yang Eksploitatif?: Roblox memiliki mata uang virtualnya sendiri bernama Robux, yang dibeli dengan uang nyata. Para kreator game bisa mendapatkan sebagian dari Robux yang dibelanjakan di dalam game mereka. Namun, sistem ini dikritik karena dianggap mengeksploitasi para kreator yang sebagian besar adalah anak-anak dan remaja. Mereka bekerja berjam-jam untuk membuat game, namun hanya mendapatkan sebagian kecil dari pendapatan, dengan nilai tukar Robux ke uang nyata yang sangat tidak menguntungkan.
4. Maraknya Penipuan (Scam): Ekosistem Robux juga menciptakan lahan subur bagi para penipu. Banyak sekali situs web atau akun di dalam game yang menawarkan “Robux gratis” untuk menipu anak-anak agar memberikan informasi login akun mereka.
Pentingnya Peran Orang Tua dan Komunitas
Menghadapi kontroversi ini, peran aktif dari orang tua dan komunitas menjadi sangat krusial. Sama seperti di dunia game kompetitif, di mana atmosfer sportif harus dijaga, seperti saat gelaran akbar final MPL ID S15 yang menyedot perhatian jutaan penggemar, di Roblox pun dibutuhkan pengawasan untuk menjaga lingkungan tetap positif. Orang tua tidak bisa hanya sekadar memberikan izin bermain, tetapi harus ikut serta memahami dan menggunakan fitur-fitur keamanan yang sudah disediakan oleh platform.
Untuk membantu para orang tua, organisasi independen yang fokus pada keamanan digital anak-anak seperti Common Sense Media menyediakan ulasan mendalam dan panduan praktis mengenai cara mengatur parental controls dan berbicara dengan anak tentang potensi bahaya di dalam game.
Sebuah Platform Paradoks yang Terus Berevolusi
Pada akhirnya, game Roblox adalah sebuah platform yang penuh dengan paradoks. Di satu sisi, ia adalah sebuah kanvas digital tak terbatas yang telah melahirkan jutaan kreator, programmer, dan desainer game muda. Ia adalah alat pembelajaran STEM yang luar biasa, yang dibungkus dalam bentuk permainan yang sangat menyenangkan. Namun di sisi lain, kebebasan yang sama juga membuka pintu bagi berbagai risiko yang mengkhawatirkan. Perjalanan Roblox adalah sebuah cerminan dari tantangan terbesar di era internet saat ini: bagaimana kita bisa menumbuhkan kreativitas dan kebebasan berekspresi, sambil di saat yang sama melindungi para penggunanya yang paling rentan? Jawabannya masih terus dicari, dan Roblox akan terus berevolusi dalam perjalanannya.