Connect with us

Finance

Korban Scam di RI Tembus Rp 4,6 Triliun, OJK Beberkan Datanya

Published

on

Gawat! OJK Ungkap Korban Scam di RI Rugi Rp 4,6 Triliun dalam Setahun

Sebuah data yang sangat mengkhawatirkan dirilis oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Angka kerugian masyarakat Indonesia akibat penipuan atau korban scam keuangan telah mencapai level yang gawat darurat. Bahkan, menembus Rp 4,6 triliun hanya dalam kurun waktu kurang dari satu tahun. Angka fantastis ini menjadi bukti nyata bahwa para penipu di dunia digital kini semakin lihai, semakin masif, dan semakin merugikan.

Peringatan keras ini disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Frederica Widyasari Dewi. Dalam acara Kampanye Nasional Berantas Scam dan Aktivitas Keuangan Ilegal di Jakarta, Selasa (19/8/2025). Ia mengungkapkan bahwa jumlah korban scam dan total kerugiannya meningkat dengan kecepatan yang sangat mengkhawatirkan. Ini adalah sebuah “pandemi” finansial yang mengancam siapa saja, tidak peduli usia, latar belakang, maupun tingkat pendidikan.

Lonjakan Kerugian Korban Scam yang ‘Tidak Masuk Akal’

Untuk memberikan gambaran betapa parahnya situasi ini, Frederica membandingkan data terbaru dengan studi sebelumnya. Saat OJK pertama kali membentuk Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) dan melakukan studi selama 1,5 tahun, total kerugian yang tercatat “hanya” sekitar Rp 2 triliun.

“Tapi ternyata baru 8 bulan, mungkin sekarang 10 bulan sejak (studi terakhir), angka kerugian masyarakat sudah Rp 4,6 triliun. Ini besar sekali,” katanya dengan nada prihatin.

Lonjakan lebih dari dua kali lipat dalam waktu singkat ini menunjukkan bahwa para penipu kini beroperasi dengan lebih efektif. Kemudahan akses teknologi, masifnya penggunaan media sosial, dan tingkat literasi digital masyarakat yang belum merata menjadi “kolam” yang sempurna bagi para “pemancing” dana ilegal ini untuk beraksi.

Modus Operandi Para Penipu: Dari ‘Orang Dalam’ hingga Undangan Pernikahan Digital

Para penipu ini tidak lagi menggunakan cara-cara lama. Modus mereka terus berevolusi menjadi semakin canggih dan sulit dikenali. Beberapa modus yang paling banyak memakan korban scam di Indonesia saat ini antara lain:

  1. Penipuan Berkedok Investasi (Investasi Bodong): Menawarkan keuntungan yang tidak masuk akal dalam waktu singkat. Mereka seringkali menggunakan skema Ponzi atau skema piramida. Caranya dengan membayar keuntungan anggota lama menggunakan uang dari anggota baru, sebelum akhirnya kabur dengan semua dana yang terkumpul.
  2. Pinjaman Online (Pinjol) Ilegal: Menawarkan pinjaman dengan syarat yang sangat mudah, namun menjerat korban dengan bunga selangit, biaya tersembunyi, dan metode penagihan yang tidak manusiawi, bahkan hingga melakukan teror.
  3. Phishing dan Social Engineering: Ini adalah modus yang paling berbahaya. Pelaku akan menyamar sebagai pihak yang sah (misalnya, bank, e-commerce, atau bahkan kurir paket) dan mengirimkan file APK atau tautan palsu. Salah satu modus yang viral adalah “undangan pernikahan digital” atau “resi paket” palsu dalam format .apk. Jika diklik, malware akan terinstal dan bisa mencuri semua data sensitif di ponsel Anda, termasuk password mobile banking dan kode OTP.

Mengapa Begitu Banyak yang Menjadi Korban?

Banyaknya korban scam di Indonesia dipicu oleh kombinasi beberapa faktor psikologis dan sosial.

  • Tingkat Literasi Keuangan yang Rendah: Banyak masyarakat yang belum sepenuhnya memahami perbedaan antara investasi yang legal dan ilegal, atau tidak tahu cara memeriksa apakah sebuah pinjol sudah terdaftar di OJK.
  • Faktor Psikologis: Penipu sangat pandai mengeksploitasi dua emosi manusia yang paling kuat: keserakahan (iming-iming untung besar tanpa usaha) dan ketakutan (ancaman atau tekanan saat penagihan).
  • Kurangnya Tata Kelola (Governance): Di level yang lebih luas, masalah penipuan ini juga merupakan cerminan dari tantangan tata kelola yang lebih besar. Tingkat kepercayaan masyarakat terhadap sistem terkadang rendah, membuat mereka lebih mudah percaya pada tawaran-tawaran di luar sistem resmi. Ini sejalan dengan masalah yang lebih makro, seperti yang disoroti OJK mengenai peringkat persepsi korupsi Indonesia yang stagnan, di mana perbaikan tata kelola menjadi kunci untuk membangun kepercayaan publik.

Untuk memeriksa daftar perusahaan investasi atau pinjaman online yang legal dan telah terdaftar secara resmi, masyarakat bisa mengakses langsung situs web Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

Perang Melawan Penipuan Dimulai dari Diri Sendiri

Pada akhirnya, angka kerugian Rp 4,6 triliun adalah sebuah tragedi finansial kolektif yang sangat menyedihkan. Ini adalah uang hasil kerja keras masyarakat yang lenyap begitu saja ke tangan para penipu. Pernyataan dari OJK ini adalah sebuah panggilan perang. Meskipun regulator dan aparat penegak hukum terus bekerja untuk memberantas para pelaku, benteng pertahanan pertama dan terakhir sesungguhnya ada pada diri kita masing-masing. Di era digital ini, kewaspadaan adalah “antivirus” terbaik. Selalu terapkan prinsip “Kenali, Pahami, dan Waspada” sebelum melakukan transaksi keuangan apa pun. Jangan mudah tergiur, jangan mudah panik, dan selalu verifikasi informasi ke sumber yang resmi. Perang melawan korban scam hanya bisa dimenangkan jika kita semua menjadi konsumen yang lebih cerdas dan lebih kritis.