Online Games
Bahaya Kecanduan Game Online, Efeknya ke Otak Mirip Narkoba
Studi Ungkap Kecanduan Game Online Merusak Otak Seperti Narkoba
Bermain game online bagi banyak orang adalah sebuah hobi yang menyenangkan, cara untuk melepas penat dan bersosialisasi. Namun, di balik keseruannya, ada sebuah sisi gelap yang semakin diakui oleh komunitas medis dan psikologi global: kecanduan game online. Ini bukan lagi sekadar istilah untuk orang yang “terlalu sering main game”. Ini adalah sebuah gangguan perilaku nyata yang dampaknya pada otak ternyata jauh lebih serius dari yang kita bayangkan. Bahkan, bisa disamakan dengan efek kecanduan narkoba.
Sebuah kompilasi dari berbagai penelitian neurosains, seperti yang diulas oleh Psychology Today, menyajikan sebuah fakta yang mengejutkan. Aktivitas bermain game yang sangat intens dan adiktif ternyata memicu pelepasan zat kimia di otak. Ini sangat mirip seperti saat seseorang menggunakan obat-obatan terlarang. Ini adalah sebuah peringatan keras, terutama di negara dengan penetrasi game online yang masif seperti Indonesia.
Lonjakan Dopamin: ‘High’ yang Dicari Otak Kecanduan Game Online
Untuk memahami mengapa kecanduan game online bisa begitu kuat, kita harus mengenal “biang keladi” utamanya: dopamin. Dopamin adalah sebuah neurotransmitter atau zat kimia di otak yang memainkan peran sentral dalam sistem penghargaan (reward system). Setiap kali kita melakukan sesuatu yang menyenangkan atau memuaskan—seperti makan makanan enak, mendapatkan pujian, atau memenangkan sesuatu—otak akan melepaskan dopamin, yang membuat kita merasa senang dan ingin mengulangi aktivitas tersebut.
Penelitian menunjukkan bahwa bermain game online dapat meningkatkan kadar dopamin di otak hingga dua kali lipat dari level normal. Sensasi “menang” (winning) setelah pertarungan sengit di Mobile Legends, mendapatkan item langka di Roblox, atau sekadar naik peringkat, semuanya memicu banjir dopamin ini.
Yang mengerikan adalah perbandingannya. Ulasan di Psychology Today menyebutkan bahwa obat-obatan terlarang seperti kokain atau amfetamin bisa meningkatkan dopamin hingga sepuluh kali lipat. Meskipun lonjakan dari game tidak setinggi itu, mekanisme yang terjadi di otak adalah sama. Otak “belajar” bahwa bermain game adalah cara cepat untuk mendapatkan perasaan senang. Lama-kelamaan, otak akan menjadi kurang sensitif dan membutuhkan “dosis” yang lebih tinggi (bermain lebih lama atau game yang lebih intens) untuk bisa merasakan tingkat kesenangan yang sama. Inilah proses terbentuknya kecanduan.
Studi Lain yang Mendukung: Perubahan Struktural pada Otak Kecanduan Game Online
Teori ini bukan hanya didasarkan pada lonjakan dopamin. Berbagai studi pencitraan otak (brain imaging) menggunakan fMRI juga menunjukkan adanya perubahan fisik pada otak para pecandu game.
Sebuah studi yang dipublikasikan di jurnal Addiction Biology menemukan bahwa pecandu game online menunjukkan penurunan volume materi abu-abu (grey matter) di beberapa area otak yang krusial, terutama di korteks prefrontal. Area ini bertanggung jawab atas fungsi-fungsi eksekutif seperti pengambilan keputusan, kontrol impuls, dan perencanaan jangka panjang. Penurunan ini mirip dengan yang ditemukan pada otak pecandu narkoba atau alkohol.
Studi lain juga menunjukkan adanya konektivitas yang melemah di antara jaringan-jaringan otak yang mengatur fokus dan kontrol emosi. Inilah penjelasan ilmiah mengapa seseorang yang sudah kecanduan akan sangat sulit untuk berhenti, mudah marah jika dilarang bermain, dan cenderung mengabaikan tanggung jawab penting lainnya seperti sekolah atau pekerjaan.
Pengakuan Resmi dari WHO dan Tanda-tandanya
Bahaya kecanduan game online ini sudah sangat diakui hingga Badan Kesehatan Dunia (WHO) secara resmi memasukkannya ke dalam daftar penyakit internasional (ICD-11) dengan nama “Gaming Disorder”. Seseorang bisa didiagnosis menderita gaming disorder jika menunjukkan tiga pola perilaku utama selama minimal 12 bulan:
- Kehilangan Kontrol: Tidak bisa mengontrol frekuensi, intensitas, dan durasi bermain game. Niatnya main satu jam, tapi kebablasan hingga lima jam.
- Memprioritaskan Game di Atas Segalanya: Bermain game menjadi prioritas utama, mengalahkan minat pada hobi lain, interaksi sosial, sekolah, atau pekerjaan.
- Terus Bermain Meskipun Konsekuensi Negatif: Terus melanjutkan atau bahkan meningkatkan intensitas bermain meskipun sudah tahu ada dampak negatif yang jelas pada kehidupan pribadi, keluarga, sosial, atau pendidikannya.
Di Indonesia, di mana game seperti Mobile Legends dan Free Fire menjadi bagian dari budaya populer, seperti yang terlihat dalam daftar game online favorit orang Indonesia, risiko ini menjadi semakin nyata dan membutuhkan perhatian serius dari para orang tua dan masyarakat.
Untuk informasi medis yang lebih detail mengenai kriteria diagnostik dan dampak kesehatan dari gaming disorder, sumber-sumber terpercaya seperti World Health Organization (WHO) (https://www.who.int/news-room/q-a-detail/addictive-behaviours-gaming-disorder) menyediakan panduan yang komprehensif.
Penutup: Garis Tipis Antara Hobi dan Kecanduan
Pada akhirnya, penting untuk menggarisbawahi bahwa bermain game itu sendiri bukanlah hal yang buruk. Jika dilakukan dalam batas wajar, bermain game bisa menjadi sarana hiburan yang positif, melatih kemampuan problem-solving, dan bahkan membangun komunitas. Namun, artikel ini adalah sebuah pengingat bahwa ada sebuah garis tipis antara hobi yang sehat dengan kecanduan yang merusak. Kecanduan game online bukanlah lagi soal kurangnya kemauan atau cap “malas”, melainkan sebuah kondisi medis nyata yang memiliki dampak biologis pada otak. Mengenali tanda-tandanya sejak dini dan tidak ragu untuk mencari bantuan profesional adalah langkah pertama dan terpenting untuk bisa melepaskan diri dari jeratnya.