OLAHRAGA
Dua Titik Lemah Juventus di Bawah Asuhan Igor Tudor
Titik Lemah Si Nyonya Tua Jelang Musim Baru di Bawah Asuhan Igor Tudor
Angin perubahan yang sangat kencang sedang berhembus di Turin. Setelah bertahun-tahun identik dengan gaya sepak bola pragmatis yang mengutamakan soliditas pertahanan, Juventus kini memasuki sebuah era baru yang radikal. Di bawah komando allenatore anyar asal Kroasia, Igor Tudor, Si Nyonya Tua siap bertransformasi. Lupakan pertahanan gerendel dan kemenangan 1-0 yang “membosankan”. Bersiaplah untuk sepak bola high-octane, pressing tanpa henti, dan serangan vertikal yang penuh risiko.
Antusiasme di kalangan Juventini tentu membuncah. Ada harapan besar bahwa gaya bermain yang lebih proaktif dan menghibur ini akan membawa Juventus kembali ke puncak kejayaan Serie A dan Eropa. Namun, di tengah optimisme tersebut, analisis pra-musim 2025/2026 ini menyoroti adanya dua potensi titik lemah krusial dalam skuad Juventus saat ini. Jika tidak segera diatasi, dua “lubang” ini bisa menjadi penghambat utama dari revolusi yang sedang coba dibangun oleh Igor Tudor.
Profil Singkat Igor Tudor: Sang ‘Sersan’ dengan Sepak Bola Intensitas Tinggi
Untuk memahami di mana letak potensi masalahnya, kita harus terlebih dahulu memahami siapa itu Igor Tudor dan filosofi sepak bolanya. Sebagai pemain, Tudor adalah seorang bek tengah Kroasia yang tangguh dan tanpa kompromi. Ia bahkan pernah menjadi bagian dari skuad Juventus pada awal tahun 2000-an, sehingga ia memiliki “DNA Juve” dalam dirinya. Namun, sebagai pelatih, filosofinya jauh dari gaya bertahan khas Italia.
Karier kepelatihannya telah membawanya ke berbagai klub seperti Hajduk Split, Udinese, Hellas Verona, Olympique Marseille, dan Lazio. Di mana pun ia melatih, ia selalu menanamkan satu identitas yang sama: intensitas tingkat dewa. Ciri khasnya adalah pressing super agresif dengan skema man-to-man marking (satu pemain lawan dijaga ketat oleh satu pemain kita) hingga ke area pertahanan lawan. Timnya tidak diberi waktu untuk bernapas, dipaksa untuk merebut bola secepat mungkin dan langsung melancarkan serangan vertikal. Karena tuntutannya yang sangat tinggi terhadap fisik dan disiplin, ia sering mendapat julukan sebagai pelatih bergaya “sersan militer”.
Filosofi ‘Tudor-Ball’: Agresif, Vertikal, dan Penuh Risiko
Gaya bermain yang diusung Igor Tudor, atau yang sering disebut “Tudor-Ball”, adalah sebuah sistem yang sangat menuntut dan berisiko tinggi. Biasanya, ia menerapkan formasi dasar 3-4-2-1. Dalam sistem ini, ketiga bek tengah tidak hanya diam di belakang; mereka diharapkan untuk berani maju dan mengikuti penyerang lawan yang mereka jaga hingga ke lini tengah. Kedua wing-back dituntut memiliki stamina kuda untuk naik-turun sepanjang pertandingan. Sementara itu, dua gelandang tengahnya adalah mesin yang harus mampu meng-cover area yang sangat luas.
Ini adalah filosofi “all or nothing”. Jika pressing berhasil, timnya bisa menciptakan banyak peluang dari area berbahaya. Namun, jika pressing tersebut berhasil dilewati oleh lawan yang cerdas, bencana akan datang. Karena sistem penjagaannya adalah man-to-man, jika satu pemain saja kalah dalam duel individunya, akan tercipta lubang menganga di lini pertahanan tanpa ada sistem pertahanan zona yang melapisinya. Ini adalah gaya sepak bola yang sangat spektakuler jika berhasil, tetapi juga sangat rapuh jika gagal.
Titik Lemah #1: Lini Belakang yang Terbuka Lebar Akibat Sistem Man-to-Man
Di sinilah potensi masalah pertama muncul. Selama bertahun-tahun, para bek Juventus seperti Danilo, Bremer, atau Gleison, ditempa dalam kultur pertahanan Italia yang sangat menekankan pada posisi, organisasi, dan pertahanan zona yang rapat. Mereka adalah master dalam membaca ruang dan bertahan sebagai satu unit yang solid. Kini, di bawah Igor Tudor, mereka dipaksa untuk mengubah total filosofi bertahan mereka. Mereka harus terbiasa meninggalkan posisi aman mereka untuk “berjudi” mengikuti satu lawan satu dengan penyerang lawan.
Pertanyaannya, apakah para bek ini memiliki atribut yang cocok untuk sistem tersebut? Bremer memang kuat dalam duel satu lawan satu, tetapi apakah ia memiliki kecepatan untuk mengejar winger lincah hingga ke garis tengah? Apakah Danilo, di usianya yang tak lagi muda, masih memiliki agilitas untuk bertahan di ruang yang begitu terbuka? Risiko terbesar adalah saat melawan tim dengan penyerang-penyerang cepat. Jika satu bek saja berhasil dilewati, tidak akan ada lagi safety net atau rekan yang siap melapis, menyisakan ruang yang sangat lebar bagi lawan untuk dieksploitasi. Mengubah kultur bertahan yang sudah mendarah daging ini akan menjadi tantangan terbesar bagi Tudor.
Titik Lemah #2: Krisis ‘Mesin’ Lini Tengah yang Sesuai Tuntutan Tudor
Jika lini belakang adalah soal adaptasi filosofi, maka lini tengah adalah soal ketersediaan “bahan baku”. Sistem “Tudor-Ball” sangat bergantung pada dua gelandang tengah yang berfungsi sebagai mesin ganda di jantung permainan. Mereka tidak hanya harus pandai mengoper bola, tetapi juga harus memiliki kapasitas lari, kekuatan fisik, dan stamina yang luar biasa untuk bisa menekan, merebut bola, dan cepat beralih dari bertahan ke menyerang selama 90 menit penuh.
Melihat skuad Juventus saat ini, ada keraguan apakah mereka memiliki profil gelandang seperti ini dalam jumlah yang cukup. Manuel Locatelli adalah seorang regista yang hebat dalam mendikte tempo, tetapi ia bukan tipe pelari box-to-box. Adrien Rabiot memiliki mesin yang kuat, tetapi terkadang kurang disiplin secara taktis. Para pemain muda seperti Nicolò Fagioli dan Fabio Miretti punya energi, tetapi mungkin belum memiliki kekuatan fisik yang dibutuhkan. Sebuah sistem taktik yang spesifik membutuhkan pemain dengan profil yang spesifik pula. Sama seperti bagaimana Chelsea sangat bergantung pada visi dan energi Enzo Fernández sebagai tumpuan tim, sistem Igor Tudor juga akan gagal total tanpa adanya gelandang “mesin” yang mampu menjalankan instruksinya yang sangat menuntut. Kebutuhan Juventus akan gelandang baru yang sesuai dengan skema Tudor ini menjadi topik utama di media-media Italia. Laporan dari Calciomercato terus-menerus mengaitkan Juventus dengan beberapa nama gelandang box-to-box enerjik di bursa transfer, menunjukkan bahwa manajemen klub sadar akan “lubang” di lini tengah ini.
Si Nyonya Tua dan Pertaruhan Nama Besarnya
Penunjukan Igor Tudor adalah sebuah pertaruhan besar yang diambil oleh manajemen Juventus. Ini adalah langkah berani untuk meninggalkan identitas lama dan menyambut sebuah era baru yang lebih modern dan agresif. Potensi keberhasilannya sangat besar; Juventus bisa menjadi tim yang sangat menghibur dan sulit dikalahkan. Namun, dua potensi titik lemah yang telah diidentifikasi—kerapuhan lini belakang akibat sistem man-to-man dan kurangnya profil gelandang mesin yang sesuai—adalah pekerjaan rumah yang sangat serius. Keberhasilan Tudor di Turin tidak hanya akan bergantung pada kemampuannya menanamkan taktik, tetapi juga pada kemampuan klub untuk menyediakan pemain yang tepat atau kemampuan para pemain saat ini untuk beradaptasi secara radikal. Musim 2025/2026 akan menjadi jawaban atas pertaruhan besar Si Nyonya Tua.